Otobiografi

Titian Awal Hingga Sekarang Seorang Anak Adam dari dusun Duwetan

Berawal kisah kehidupan dan kehadiranku di dunia ini adalah ketika dua orang manusia dari sebuah desa bernama Duwetan berkecamatan Jumapolo berkabupaten Karanganyar dan berkotamadya Solo serta berpropinsi Jawa Tengah menikah di kediaman keluarga besar Kartosemito yang tak lain akan menjadi kakekku dan keluarga besarku. Setelah pernikahan berjalan beberapa lama wanita yang nantinya menjadi ibuku, hamil dan jabang bayi di dalamnya tak lain adalah aku. Selama sembilan bulan aku terdiam di dalam rahim beliau terbawa kemanapun ia bepergian serta berhenti dan akhirnya pada tanggal 17 hari kamis pahing (di jawa hari ini adalah hari pasar, yaitu hari semua orang pergi ke pasar dan menjajakan hasil kebun, hari yang ditunggu-tunggu para petani) bulan oktober tahun 1985 lahirlah diriku yang diberi nama supriyanto di rumah di desa Duwetan, Jumapolo.
Singkat cerita terawatlah aku hingga aku masuk SD inpres dusun Duwetan, aku bersekolah di sana namun tak bertahan lama hanya 1 tahun aku sekolah di sana, namun kenangan bersekolah di desa cukup terpencil sangat berarti untukku. Sekolah yang jalan menuju gedungnya seluruhnya tanah dan bila ingin ke kota memerlukan perjalanan lebih dari 2 jam dengan menggunakan mobil (saat itu disebut kolt) dan seluruh jalannya dari desaku hingga ke kabupaten adalah tanah. Dan untuk mendapatkan mobil itu aku harus berjalan kurang lebih 2.5 atau 3 km. Bentuk bangunan sekolahnya yang kontruksinya dari triplek dan seng.
Kenangan yang indah bersama teman dan kakekku, karena orang tua ku telah merantau mengadu nasib di jakarta. Setiap bersekolah aku hanya mendapat uang saku 50 rupiah saja. Itupun aku hanya menggunakan 25 rupiah saja, biasanya aku belikan marneng (sejenis jagung goreng), dan yang 25 rupiah aku selalu belikan oleh-oleh untuk kakekku yaitu mbako (tembakau bungkusan yang nantinya dilinting dengan daun jagung kering untuk dijadikan rokok).
Pendek cerita ketika aku kenaikan kelas menuju kelas 2 orangtuaku menjemputku dan akupun hijrah ke jakarta, jujur ketika aku pergi aku menangis memikirkan kakekku. Sesampainya di jakarta, kurang lebih 1 bulan aku sudah tak betah namun orangtua tidak mengizinkan aku kembali ke desa, tapi orangtuaku berjanji setelah kelas enam nanti kamu boleh kemabali ke Solo. Akupun di daftarkan sekolah di dekat rumah tepatnya di SDN Cikoko 03 pg yang bertempat di kelurahan Cikoko, kecamatan Pancoran, kotamadya Jakarta Selatan. Hari demi hari berlanjut, tahun demi tahun bergulir, di SD ini aku tak pernah lepas dari 10 besar peringkat kelas, dan di SD inilah aku mendapat seorang sahabat yang kupikir bila ia masih ada saat ini pastilah kami sangat dekat. Ia bernama Heri Antono seorang Ambon atau Jawa aku sendiri tak jelas, kami sangat dekat pulang pergi, bermain, belajar, olahraga apapun selalu bersama dan kami (ketika itu mungkin kelas 2 SD) telah berikrar bersama kita bersahabat sampai kapanpun. Namun apa mau dikata orangtuanya mendapat tugas di Ambon dan iapun harus pergi kesana, akupun kehilangan apapun tentang dia. Tak ada kabar berita dan hingga kini aku belum dapati seorang layaknya sahabat yang aku punya ini. Jika ada yang membaca dan namanya sama dengan tersebut kirimkan foto dan email serta alamatnya pada saya (ga papa khan minta tolong).
Tahun demi tahun berlalu hingga sampailah aku di kelas enam yang saat itu usiaku kurang lebih 12 tahun. Dan kupikir inilah tahun yang kunanti, dapat lulus dan kembali ke Solo untuk bersama kakek lagi.
Ujian nasional yang ketika itu disebut Ebtanas telah tiba aku belajar hingga larut setiap hari dan jam 3 pun aku bangun untuk belajar. Tapi betapa kagetnya aku, setelah belajar seperti itu ketika aku sedang mengerjakan soal-soal ujian, guru mendiktekan jawaban dari soal-soal tersebut tapi malang nasibku seluruh jawaban telah kujawab dan terisi sehingga aku tak mendengarkan jawaban dari guruku dan ujian ini adalah hasil jerih payahku. Singkat cerita aku lulus dan mendapat nilai NEM yang cukup memuaskan untukku. Akupun menagih janji pada orang tuaku untuk kembali ke Solo, tetapi mereka membohongiku (ga papa sekarang aku telah mengerti mereka sayang padaku) dan memasukkan aku ke sekolah yang tak jauh lagi dari rumahku, tadinya aku mengajukan untuk bersekolah di SMP 115 atau 73 tetapi tidak dibolehkan, apa boleh buat kemauan orangtua. Akupun masuk SMPN 155 berlokasi sama dengan alamat Sdku hanya berbeda sedikit jalan saja.
Hari pertama bersekolah ada satu kelucuan yang terjadi baju SMP yang kubeli tanpa kuperhatikan lagi, asal pake aja baju di lemari karena saking senangnya masuk ke SMP dan ternyata lambang di baju tersebut berwarna coklat (lambang baju siswa smu) bukan kuning, jadilah satu hari itu bahan ledekan satu kelas. Tetapi karena inilah ya jadi lumayan terkenal, hehehe. Di sekolah inipun aku cukup baik tak lepas dari 10 besar, cukup membanggakan lagi dari kelas 2 hingga kelas 3 tak lepas dari peringkat 2, karena cukup sulit mendapat peringkat 1, hanya satu hal penyebabnya juara umum kepintaran satu kecamatan Pancoran ada bersamaku satu kelas (ya jelas susah…hehehe).(satu lagi di sekolah inilah jari jempolku hancur tapi alhamdulillah bisa pulih, kakiku pernah terkilir parah saat bermain basket dan butuh satu bulan penyembuhan, berkelahi hingga telinga sobek dan penuh darah, mengharumkan nama sekolah melalui cerdas cermat, dan banyak kenangan lucu dan indah disana)(ada seorang guru yang siswa satu kelasku menjulukiku anaknya yaitu Bu Sartinah guru bahasa indonesia, dikarenakan begitu perhatian beliau padaku dan beliau sering berkata memujiku di depan siswa satu kelas hanya karena setiap tugas bahasa selalu mendapat nilai tertinggi apalagi tugas mengarang selalu mendapat 8,5 hingga 9 (jago boong kalo kata orang2, padahal sebuah karangan itu merupakan imajinasi dan pemikiran jujur justru). Dari sekolah ini aku lulus tepat waktu dan melanjutkan masuk ke SMU yang aku idam-idamkan karena terkenal akan olahraga basket yang kusukai yaitu SMUN 26 di tebet, lagi-lagi orangtua tak mengijinkan karena sekolah yang masuk sore. Akhirnya akupun masuk ke SMUN 55 potlot, jakarta selatan yang terkenal karena ada markas SLANK di sana. Di sekolah ini biasa-biasa saja, hanya di kelas satu pernah aku mendapat sebuah pelajaran berharga yang hingga sekarang tetap kupegang, sebuah kata-kata dari guru bahasa indonesia yang aku juga lupa namanya (maaf ya bu), ia berkata bahwa hakekatnya setiap manusia itu jujur. Inilah yang kupegang aku juga percaya hingga saat ini siapapun itu jujur dan walaupun ia bohong nantinya ia akan menyesalinya, tetapi aku tetap percaya pada mereka yang walaupun telah jelas bohong dihadapanku. Terima kasih bu atas sebuah kata yang membekas untuk selamanya.
Beranjak ke kelas dua (terimakasih pak Fatur, banyak falsafah dan prinsip hidup yang selalu di perdengarkan di telinga muridmu ini…ngomong-ngomong kok bapak mirip Mario Teguh ya???), mungkin inilah puncak kenakalanku, aku sering keluar masuk kantor dan mendapat kelakuan minus hingga (-50), di sekolahku peraturan berlaku sistem pengurangan jatah nilai kelakuan (100). Setiap pelajaran yang kurang aku suka selalu cabut (keluar diam-diam hingga pelajaran usai), mencoret-coret kalender dengan nama-nama orangtua teman-temanku yang akhirnya aku dihukum untuk membersihkan kalender tersebut hingga bersih, dan satu lagi aku, galang, wisnu dan arif harus memanggil nama masing menggunakan nama bapak masing-masing (malu eui di kelas nama diganti nama bapak). Galang, wisnu dan Ucup inilah tiga teman setiaku dalam melakukan kenakalan-kenakalan tersebut. Tetapi sungguh mengejutkan ketika pengambilan raport semester 1 kelas dua, aku mendapat peringkat 1 di kelas. Mungkin kalau orang lain yang mendapat peringkat ini akan senang bukan main, tetapi aku berbeda aku justru menganggap ini musibah besar. Kenapa? Ya karena belajar aja jarang seringan cabut tetapi tiba-tiba seperti itu, kupikir waduh nanti ketika masuk pasti guru-guru terheran-heran dan banyak mengetest aku, dan firasatku ini tak meleset 1 derajat pun, guru-guru mengetest dan “habislah aku”, tetapi jujur nilai ujian semesterku memang bagus-bagus padahal aku tidak mencontek hanya jawaban untuk soal-soal matematika, kimia aku hanya mengira-ngira dan anehnya lagi hanya mengira-ngira matematikaku tertinggi di kelas (gubrak). Ya tetapi berkebalikan di semester dua kelas dua tersebut justru aku tak mendapat peringkat, sepertinya peringkat 20 juga ngak…hehehe. Ga tau deh peringkat berapa, tapi ga papa yang penting aku masuk IPA (terima kasih untuk bu Duma, guru Bahasa Indonesia kelas 3 Smu, beliau cukup berpengaruh dalam mengenalkan kaidah bahasa padaku, dan tempatku bertanya tentang bahasa hingga sekarang., alasan kenapa aku memilih IPA tak lain keinginanku masuk polisi, tadinya, niatnya, keinginanya tapi gagal, ingin masuk STAN pun gagal karena STAN syaratnya 7.0 sedangkan aku nilai UAN ku hanya 6.9 ( paiiiiit bgt Cuma 0.1 kurangnya). SPMB aku ambil IPC juga gagal, karena aku terlalu berlebihan dalam memilih jurusan,,hehehe, aku memilih Tekhnik industri UI, Ilmu Sospol UI dan Tekhnik Industri UNS Solo. Sebenarnya setelah aku tahu aku tidak lulus keinginan untuk menjadi polisi muncul lagi tetapi gagal karena masalah pembiayaan dan ada salah satu tes yang buat pasti gagal (ga bisa berenang). Akupun berpikir untuk kuliah jurusan hukum di UP, tetapi setelah bertanya ternyata pendaftaran telah ditutup, lalu ke UNAS begitu pula pendaftaran ditutup. Lalu aku ingat seorang teman dan ternyata di tempatnya masih buka, ternyata keberuntungan sedang memihak aku dapat formulir dan formulir itu adalah formulir terakhir serta harus hari itu pula diserahkan beserta penyelesaian administrasinya, dan hari itu aku berhasil menyerahkan berkat bantuan seorang teman yang pernah satu sekolah 3 tahun tapi aku baru mengenalnya selama beberapa waktu,,,hehehe (payah juga ya, satu sekolah juga ga kenal) terima kasih untuk bantuannya. Dan akhirnya akupun hijrah ke sebuah kampus di bilangan Margonda, Depok bernama Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika jurusan Tekhnik Komputer yang aku sendiri tidak pernah memikirkan untuk masuk jurusan ini bahkan jurusan ini adalah jurusan yang dipilihkan temanku yang baru kukenal ini (terima kasih berkat seorang teman ini aku mengerti banyak hal yang tadinya tak kumengerti dan terima kasih untuk jurusan yang telah dipilihkan bermanfaat serta menjadi salah satu sumber penghasilan…hehehe). Akupun lulus tepat waktu pada tahun 2007 lalu, sekarang aku telah bekerja pada sebuah perusahaan Konsorsium asuransi bagian IT backup.
Demikianlah sebuah kisah singkat asal muasal manusia awam yang mencoba belajar pada ilmu dan waktu. Ilmu berkata : Semakin engkau banyak bertanya dan belajar maka akan kuberikan sedikit daripada diriku”. Kau takkan mendapat banyak dari ilmu selama hidupmu, hanya sedikit yang dapat kau mengerti dan pahami, terus belajar dan bertanya, luas ilmu adalah seluas jagat raya + jagat raya x jagat raya di kuadratkan kemudian dipangkatkan hingga tak terhingga. [kalkulator mah pasti error]. Karena begitu luasnya ilmu selalu rendah diri akan kepintaran dan kecerdasanmu, ingat kamu hanya punya sedikit, tidak banyak.

----Jakarta 2008---
Muhamad Imam Supriyanto
“nama ini berubah karena ada sebuah sejarah
Dan
isyarat yang empunya tak dapat membukanya kepada sembarang orang”
“jadi jangan ada yang mempertanyakan…hehehe..maaf..”

Selasa, 01 April 2008

Isikan Pendapat Anda tentang Otobiografi Saya

Silahkan mengisi pada kolom Komentar saja...thanks...